-
Period: to
Awal Kemerdekaan
1) Peristiwa Rengasdengklok
2) Proklamasi Kemerdekaan
3) Perjanjian Linggarjati
4) Perjanjian Renville
5) Pengakuan Kedaulatan -
Peristiwa Rengasdengklok
Sebab:
Perbedaan pendapat antara golongan muda dan tua tentang masalah kapan dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Akibat:
Bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaannya lebih cepat daripada yang dijanjikan oleh pihak Jepang yaitu tanggal 24 Agustus 1945. -
Proklamasi Kemerdekaan
Sebab:
Penjajahan Akibat:
Rakyat Indonesia mengalami penindasan dan terjadi diskriminasi dalam segala bidang. -
Perjanjian Linggarjati
Sebab:
Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda Akibat:
Indonesia hanya memiliki wilayah kekuasaan yang kecil. Selain itu
Indonesia harus mengikuti persemakmuran Indo-Belanda. -
Perjanjian Renville
Sebab:
Penyebab terjadinya perundingan Renville adalah karena perjanjian Linggarjati tidak disepakati lagi oleh kedua belah pihak yang menyebabkan semakin memanasnya keadaan utamanya setelah Agresi Militer Belanda I meletus. Akibat:
Bentuk negara Indonesia terpaksa berubah menjadi perserikatan dari yang tadinya sebagai negara kesatuan. -
Pengakuan Kedaulatan
Sebab:
Belanda menentang dan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Akibat:
Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda. -
Period: to
Demokrasi Liberal-Terpimpin
1) Kabinet Natsir
2) Kabinet Wilopo
3) Kabinet Ali Sastroamidjojo 2
4) Deklarasi Djuanda
5) Dekrit Presiden -
Kabinet Natsir
Sebab:
Pembubaran negara Republik Indonesia Serikat dan kembali menjadi negara kesatuan Republik Indonesia Akibat:
Terbentuk kabinet natsir sebagai Kabinet pertama setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat. -
Kabinet Wilopo
Sebab:
Terbentuk setelah berakhirnya Kabinet sebelumnya yaitu Kabinet Sukiman. Akibat:
Kabinet Wilopo berakhir karena adanya mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia yang diwakili Sidik Kertapati. -
Kabinet Ali Sastroamidjojo II
Sebab:
Terjadi untuk pembatalan KMB dan perjuangan mengembalikan Irian Barat ke Pangkuan Republik Indonesia. Akibat:
Akhirnya, kabinet ini jatuh dan presiden menunjuk dirinya menjadi pembentuk kabinet yang bernama Kabinet Karya dan Djuanda sebagai Perdana Menteri. -
Deklarasi Djuanda
Sebab:
Kabinet ini mempunyai tugas untuk mengembalikan Irian Barat dan juga menyelesaikan permasalahan ekonomi. Akibat:
Jatuhnya Deklarasi Djuanda adalah akibat pembubarannya
sebagai dampak dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959. -
Dekrit Presiden
Sebab:
Kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Akibat:
Merubah bentuk pemerintahan dari Sistem Parlementer menjadi Sistem Presidensial. -
Period: to
Orde Baru & Awal Reformasi
1) Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
2) Peristiwa Malari
3) Kerusuhan 1998
4) Pemerintahan BJ Habibie
5) Pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) -
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Sebab:
Satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di Indonesia. Akibat:
Repelita I bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian. -
Peristiwa Malari
Sebab:
Peristiwa malari ini terjadi lantaran adanya gerakan anti modal asing. Akibat:
Dampak Peristiwa Malari yang merupakan salah satu peristiwa pada masa Orde Baru meliputi berbagai bidang di Indonesia. -
Kerusuhan 1998
Sebab:
Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Akibat:
Penurunan jabatan Presiden Soeharto, serta pelantikan B. J. Habibie. -
Pemerintahan BJ Habibie
Sebab:
Setelah Soeharto mundur, jabatan presiden diserahkan kepada wakilnya, yaitu BJ Habibie. Akibat:
Meskipun sebentar, pemerintahan BJ Habibie mampu menyelamatkan krisis moneter yang terjadi pada Orde Baru. -
Pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Sebab:
Terpilihnya Gus Dur karena MPR menolak laporan pertanggungjawaban Presiden Habibie. Akibat:
Gus Dur menghasilkan beberapa poin, salah satunya adalah departemen Penerangan dibubarkan, dianggap mengganggu kebebasan pers.